Di bawah pohon yang lebat di pedalaman hutan hujan Kalimantan, mengendap-endap dua orang asisten peneliti Orangutan Project yang sedari tadi mengamati pergerakan orangutan yang berada diatas pohon. Tidak seperti gorilla dan simpanse- kera besar yang hidup berkelompok dan relatif mudah untuk diamati dan diikuti-, orangutan biasanya hidup soliter. Hewan ini melibatkan sebagian besar waktunya di atas pohon, berkeliaran dalam wilayah yang luas, dan biasanya hidup di hutan terjal atau dataran rendah berawa yang sulit dijamah manusia. Akibatnya, orangutan termasuk hewan darat besar di bumi yang kurang dikenal sampai akhir-akhir ini. Baru sekitar 20 tahun terakhir bukti ilmiah menggantikan spekulasi, saat generasi baru peneliti mengikuti langsung kera yang hanya hidup di Kalimantan dan Sumatra ini. Termasuk penelitian yang digagas oleh Orangutan Project.
Selama lebih dari dua dekade Orangutan Project melakukan penelitian di Kawasan Taman Nasional Gunung Palung, mengamati berbagai aspek riwayat hidup orangutan, terutama berfokus pada pengaruh ketersediaan pangan terhadap hormon dan reproduksi betina. Sebagaimana kebanyakan hutan di Asia Tenggara, pepohonan di Gunung Palung biasanya tidak berbuah atau hanya berbuah sedikit. Kemudian, sekitar empat tahun sekali, berbagai jenis pohon secara bersamaan berbuah lebat. Fenomena ini yang menjadi dasaran penelitian Orangutan Project dalam hubungan antara berlimpahnya makanan dan reproduksi orangutan.
Selama lebih dari dua dekade tersebut, sudah puluhan orangutan yang diteliti oleh Orangutan Project. Puluhan orangutan yang diteliti itu kemudian diberi nama untuk memudahkan dalam proses penelitian, Termasuk orangutan yang sedang kami perhatikan. Walimah, nama orangutan tersebut. Para asisten Orangutan Project mengenalinya dari ciri fisik berupa benjolan yang tumbuh di ketiaknya.Ia lahir dari seorang ibu bernama Marisa pada tahun 1999 dan merupakan satu-satunya orangutan di dunia yang diteliti mulai dari bayi hingga ia memiliki bayi. Winny, bayi Walimah yang sekarang berusia hampir 9 bulan. Sama seperti anak orangutan lainnya, ia akan hidup bersama induknya hingga 10 tahun. Dipelukan Walimah bayi tersebut terus belajar cara bertahan hidup di alam bebas; memanjat, membuat sarang, termasuk cara menemukan buah hutan paling bergizi.
Winny bukanlah satu-satunya anak Walimah. Sebelumnya diketahui ia telah memiliki bayi pertamanya. Namun setelah beberapa bulan sejak kelahiran bayinya pada tahun 2015 lalu, Walimah ditemukan tanpa membawa bayinya, dan terdapat bekas luka di kaki kiri serta kehilangan dua jarinya. Banyak dugaan bermunculan. Ada yang menduga bayi Walimah dimangsa oleh predator alaminya, namun banyak juga dugaan bayi tersebut hilang dicuri oleh para pemburu. Terlepas dari itu semua, kini Walimah dan ribuan orangutan di kawasan hutan lainnya telah mengalami keterancaman yang serius.
Masifnya konversi lahan hutan menjadikan habitat orangutan semakin menyempit. Bahkan di beberapa tempat orangutan dibunuh karena dianggap sebagai hama perusak perkebunan kelapa sawit. Selama hampir 100 tahun terakhir ini populasi orangutan di Sumatera telah menurun hingga 86%. Sekitar 43% penurunan populasi yang tajam terjadi pada 5 tahun terakhir karena kehilangan habitat, degradasi, kebakaran hutan dan faktor-faktor karena manusia seperti illegal logging, perburuan dan perdagangan, pembukaan pemukiman serta pembuatan jalan yang menyebabkan fragmentasi habitat. Bila situasi seperti saat ini masih terus berlanjut, maka secara ekologis orangutan dapat punah dalam waktu 10 tahun. Orangutan merupakan spesies payung, yang mana perlindungan terhadap spesies ini akan melindungi satwa dan tumbuhan lainnya pada ekosistem hutan. Sebaliknya, punahnya orangutan pada sebuah ekosistem dapat mengakibatkan penurunan penyebaran biji-biji tumbuhan yang disebarkannya