“BERTAMBAH DEWASA DI ATAP PULAU DEWATA”

“Ayo siap-siap, Pak Dekan udah datang “ seru Putri.

Kami yang tadinya duduk-duduk dengan segera berdiri sesuai barisan. Yah, hari itu adalah hari dilaksanakannya upacara pelepasan Pendakian Wajib Gladian XXXVII Maleo (Macrocephalon maleo). Wajah bangga ditunjukkan oleh masing-masing anggota ,terutama Gladian Maleo. Persiapan mereka yang panjang dan pengorbanan yang dilakukan, pada akhirnya mulai membuahkan hasil. Pak Sigit Sunarta selaku Dekan Fakultas Kehutanan UGM dengan resmi melepas dua belas Maleo kecil untuk menjelajahi Gunung Agung sebagai tempat dilaksanakan Pendakian Wajib. Beliau  mengungkapkan bahwa beliau bangga, Gladian kali ini bisa pergi ke luar Pulau Jawa setelah vakum beberapa tahun. Upacara yang berlangsung khidmat tersebut ditutup dengan menyanyikan mars Mapala Silvagama.

23 September 2022

Sudah dua belas jam sejak upacara pelepasan dilakukan. Kami masih tak percaya bahwa hari ini adalah hari H yang kami tunggu-tunggu. Satu persatu sosok Maleo mulai memperlihatkan wajahnya di secretariat bersama. Wajah yang penuh semangat, ditambah lagi  pagi itu kami disemangati oleh lagu yang diputar. Setelah semua melakukan packing untuk terakhir kalinya kami segera berdoa dan meluncur ke  Stasiun Lempuyangan. Kereta menjadi pilihan kami untuk sampai di Banyuwangi. Sebelum naik kereta, kami berpamitan dengan kakak kami yang di Jogja. Satu persatu kami bersalaman dan meminta doa supaya lancar dan sampai Jogja dengan selamat.

“Awas lho, jangan peyok  lagi!!” ucap salah satu kakak kami. Tentunya itu menjadi pengingat bagi kami supaya selalu menjaga kesehatan dan jangan sampai sakit. Melihat kondisi terakahir kami yang ada di Training Center 2 yang mengenaskan.

 Kami perlahan berjalan perlahan menuju kereta dan mencari tempat duduk. Kereta mulai bergerak dan kami sudah berada di kursi masing-masing. Bayangkan, 13 jam duduk di kereta ekonomi yang posisi duduknya berhadapan alias lutut ketemu lutut, lelahnya minta ampun. Selama perjalanan kami hanya melakukan tiga kegiatan yaitu tidur, makan dan ngobrol. Sepertinya , semua gaya tidur di kereta sudah kami coba. Mulai dari kaki naik ke atas kursi, kaki selonjor ke kanan, ke depan bahkan sampai kaki saling bertumpuk pun sudah dilakukan.  Untuk melepas bosan, sesekali kami jalan-jalan ke gerbong lain. Ternyata kondisi gerbong lain pun sama saja, bahkan malah lebih membosankan. Kami sampai di Banyuwangi sekitar pukul 20.15 WIB. Sampai sana, kami langsung bergegas bertemu dengan salah satu ALB yaitu mas Gondo yang sudah buat janji dengan kami. Pertemuan dengan mas Gondo begitu singkat, hanya sekedar menanyakan kondisi kami dan memberi kami wejangan yang kami pegang sampai kami pulang.  Mas Gondo juga memberikan kami asupan makan malam.

24 September 2022

Perjalanan kami lanjutkan dengan jalur laut. Dari Stasiun Banyuwangi kami berjalan kaki ke Pelabuhan. Sampai di sana kami memesan tiket dan langsung naik ke kapal. Angin laut yang dingin memaksa kami untuk masuk ke dalam kapal. Tidak jauh beda, kegiatan yang kami lakukan di kapal hanya sekedar tidur. Kursi kapal yang panjang dan tidak adanya penumpang kapal lain, membuat kami bisa mengambil kesempatan untuk merebahkan tubuh kami. Tidak lupa, kami juga menyantap makanan yang diberikan Mas Gondo. Perut kami pun terisi dengan nasi goreng merah khas Jawa Timuran.  Kapal sesekali terguncang akibat gelombang air laut. Perjalanan laut ini kami habiskan selama kurang lebih 1 jam. Kilauan lampu Pelabuhan sudah terlihat, kami sampai di Bali. Kami melanjutkan perjalanan menggunakan travel yang sudah kami pesan sebelumnya. Perjalanan menuju basecamp pendakian Gunung Agung via Taman Edelweis memakan waktu 5 jam, kami sampai di Basecamp jam tiga dini hari dan langsung srawung  dengan pemilik basecamp sebelum kami memutuskan untuk tidur.

Suhu  pagi hari di lereng Gunung Agung  tidak terlalu dingin, namun cukup untuk membuat kami nyenyak meringkuk di sleeping bag yang kami kenakan. Hari ini kami ada tiga agenda, yaitu membeli sayuran, mengantar surat ke Polsek dan juga wawancara pihak basecamp. Putri dan Marul pergi ke bawah untuk mengantar surat ke Polsek dan juga untuk belanja sayur. Mereka menggunakan motor yang dipinjamkan oleh pemilik BC. Sedangkan yang lain berada di BC, mereka mulai bersiap-siap untuk mewawancarai orang di sekitar BC untuk  mendapatkan data sebagai bahan penelitian.   Sudah selesai berbelanja sayur Marul dan Putri pun kembali ke BC. Kegiatan wawancara di BC pun sudah selesai  dan matahari mulai bergeser dari titik tertinggi.   Kami berleha-leha di warung  dan bercengkrama dengan penjaga warung tersebut.    Sampai salah satu dari kami nyeletuk untuk pinjam motor lagi. Dia berencana turun ke bawah untuk potong rambut, namanya Putro. Putro turun ke bawah ditemani  oleh satu orang yang juga ingin beli  makanan ringan.  Dua jam berlalu suara motor mendekat ke warung. Yaps, motor itu adalah yang  dipakai Putro. Kami semua terkejut melihat penampilannya yang sangat berbeda, kepala yang tadinya  gondrong sekarang nyaris tidak ada rambutnya.  Penampilannya  menjadikan dia mempunyai title baru, yaitu Botol.

Malam harinya, kami wawancara juga ke pengelola Basecamp. Dia bercerita banyak hal, mulai dari sejarah bali sampai tata krama yang ada di sini. Selain itu, beliau juga menjelaskan hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika mendaki Gunung Agung  seperti menggunakan pakaian berwarna merah, menggunakan perhiasan berbahan emas dan perak serta membawa daging sapi. Kami mendengarkannya dengan serius karena ini menyangkut agenda esok hari. Pihak pengelola juga beberapa kali menyinggung tentang saran memakai guide saat mendaki Gunung Agung. Dengan tetap rendah hati, kami pun menjelaskan bahwa kami tidak memerlukan guide dalam pendakian esok hari, kami sudah mempersiapkannya dengan matang. Malam berlanjut, datang Mas Wiwin untuk menengok kami. Mas Wiwin merupakan salah satu ALB yang tinggal di Bali.  Kami pun juga bercengkrama dengan Mas Wiwin, pertemuan kami dengan Mas Wiwin malam itu terasa singkat.

“Kalian sudah punya rundown jadikanlah itu acuan, tapi ketika ada hal lain di luar kendali kita, cepatlah untuk improve dan tetap utamakan keselamatan kalian”  pesan Mas Wiwin sebelum dia kembali. Setelah itu kami bergegas untuk istirahat.

25 September 2022

Kali ini kami bangun sebelum matahari terbit. Dengan semangat membara kami bergegas melakukan ibadah dan bersiap untuk melakukan pendakian pagi ini. Tentunya sebelum kami mendaki kami melakukan pemanasan dan juga berdoa agar langkah kami selalui dibersamai Tuhan. Target pendakian hari ini sampai POS 3. Kami memulai pendakian pukul 08.15 WITA dan target sampai POS 3 pukul 15.00 WIB.  Langkah kecil kami perlahan menyusuri  jalur yang ada. Jalan yang tadinya aspal sekarang berganti ke tanah padat. Kami sudah mulai meninggalkan pemukiman. Kaki kami seolah bergerak sendiri, tanpa sadar matahari mulai tertutup oleh tajuk pepohonan. Kami sudah memasuki daerah yang rimbun. Sepanjang perjalanan dari basecamp menuju POS 1 kami menemukan banyak kotoran anjing liar, yang berarti ketika kami bermalam kami harus menjaga dengan benar logistic , agar tidak dimakan anjing tersebut. Gubuk POS 1 sudah di depan mata, kami mempercepat langkah kami agar bisa dengan segera duduk dan  istirahat. Perjalanan dari Basecamp ke Pos 1 di tembuh dengan waktu 3 jam 10 menit.  Di sela- sela kami istirahat ada pendaki yang turun, mereka terdiri dari satu orang guide dan juga 2 orang wisatawan mancanegara. Guide tersebut memberitahukan angin di Puncak sangat besar. Di Pos 1 kami juga melakukan penelitian dengan mengisi thally sheet yang ada.

Tenaga kami sudah pulih, kami lanjut berjalan ke POS 2. Trek yang mulai menanjak membuat napas kami sedikit tersengal sengal. Kami menemukan banyak beri hutan. Beri hutan cukup untuk menyegarkan kerongkongan kami yang kering. Perjalanan dari Pos 1 ke pos 2 ditempuh dengan waktu 2 jam 2 menit. Di Pos 2 juga sama seperti Pos 1, hanya ada gubuk dengan tulisan pos 2. Di Pos 2 ini kami menyantap makan siang yang sudah kami bawa. Selama berada di Bali, makanan kami berupa nasi campur yang merupakan makanan khas sini. Tidak lupa di Pos 2 kami juga melakukan penelitian yang memang harus kami lakukan di setiap pos dan juga titik tertentu. Cuaca yang kering membuat tanah di Pos 2 ini berhamburan  seperti debu. Kami harus berhati hati ketika berjalan di sekitar pos 2 ini agar debunya tidak mengenai anggota yang sedang menyantap makanannya.

Perjalanan dilanjutkan ke pos 3. Jalur yang dilalui menuju Pos 3 lebih menanjak dibandingkan jalur dari pos 1 ke pos 2.  Sepanjang perjalanan  kami saling melemparkan jokes agar rasa Lelah kami tidak begitu terasa. Vegetasi yang tadinya rapat mulai terbuka. Terik matahari pun menyengat kulit kami. Untungnya kami mengunakan pakaian berlengan panjang dan juga menggunakan topi sehingga kulit kami tidak sampai gosong. Sesampainya di Pos 3 kami langsung mendirikan tenda. Pos 3  yang tidak ada pendaki lain membuat kami bisa memilih bagian mana yang akan kami dirikan tenda. Sesaaat sebelum gelap, tenda kami sudah jadi. Sekarang hanya tinggal memasak dan juga menikmati indahnya matahari terbenam. Bersamaan dengan tenggelamnya matahari, suhu pun mulai dingin. Suhu dingin tersebut ditambah dengan kencangnya angin. Angin ini benar benar menguji kokohnya tenda yang kami buat. Kekhawatiran kami pada saat itu adalah frame tenda bakal patah. Untungnya sampai kami selesai, tenda kami aman sentosa.

26 September 2022

Pos 3 adalah pemberhentian terakhir kami sebelum menuju puncak. Pagi-pagi buta kami sudah bersiap-siap untuk menuju puncak. Udara pagi yang dingin beserta angin yang kencang memaksa kami untuk memakai jaket. Perjalanan dari Pos 3 ke Puncak Sejati memakan waktu 6 jam. Sebelum mencapai Puncak Sejati, kmai melalui beberapa spot yang kami gunakan pula untuk penelitian yaitu batu susun dan Puncak Selat. Batu susun ini sebelumnya belum memiliki nama, kami menamainya sendiri sebagai batu susun. Kami menyebut batu susun karena di spot tersebut terdiri dari batu batu besar yang tersusun. Dari batu susun tersebut kami bisa melihat pemandangan Pulau Bali bahkan sampai ke lautnya. Di bagian Barat kita bisa melihat kaldera Gunung Batur dan Gunung Abang. Setelah melewati batu susun maka akan menemukan simpang jodoh. Simpang jodoh ini merupakan pertemuan dari jalur Edelweiss dan juga satu jalur lainnya. Di simpang jodoh ini sudah tidak ada vegetasi hanya ada batu berpasir.

Kedua tangan direntangkan, jalan perlahan lahan. Itulah yang kami lakukan ketika melewarti jalur naga. Untuk menuju Puncak Sejati, kami harus melalui jalur ini. Pemandangan jurang yang ada di kanan kiri membuat kami sesekali bergidik ngeri. Membayangkan kami jatuh ke bawah yang tidak berujung. Kami harus tetap focus melihat ke depan dan terus menjaga keseimbangan

Sampailah di Puncak Sejati, entah apa yang sedang kami rasakan. Haru? Bangga? Senang? Semuanya campur aduk. Perasaan ini tidak dapat didefinisikan. Kami berdua belas sudah sampai sejauh ini dan setinggi ini. Rasanya baru kemaren kami berada di  Sekaran sudah di Puncak Sejati Gunung Agung. Ego dua belas manusia dengan keinginan yang berbeda beda akhirnya bisa disatukan dengan satu kata  “Agung”. Mundur 3 bulan ke belakang, dimana kami masih melihat list gunung yang ada di Indonesia dan satu persatu kami coret. Gunung Agung lah yang menjadi pilihan kami. Sekarang kami sudah mewujudkan salah satu mimpi kami.  Sama seperti mendaki gunung, puncak seringkali terlihat sangat dekat namun ternyata jauh begitu pula impian kita. Ketika dibayangkan impian itu akan terasa mudah, namun dalam perjalanannya akan ada berbagai kesulitan yang harus dilalui, tapi kita harus terus melangkah ke depan mencapai impian impian tersebut. Tunggulah mimpi-mimpi kami yang akan terwujud ke depannya!

TAP!TAP!TAP

with ngeyel

Gladian XXXVII Maleo (Macrocephalon maleo)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *